Selasa, 06 April 2010

TIRAI KEHIDUPAN

Oleh: Arnold Panahal (Masyarakat Adat Musi Talaud)

Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk yang termulia dari semua makhluk ciptaanNya, karena manusia diciptakan menurut peta dan teladan Allah, dengan ditempatkanNya manusia di taman yang begitu indah, penuh dengan pelbagai macam tanaman dan berbagai jenis ciptaan Tuhan ada di taman itu. Semua kebutuhan manusia telah tersedia, ternyata manusia masih jatuh kedalam godaan setan dan manusia telah jatuh dalam pencobaan oleh iblis. Perjalanan waktu telah di lewati, zaman telah berlalu, tidak ada kesadaran manusia untuk bertobat hingga datang pada suatu penghukuman tiba walaupun telah berpuluh orang hambaNya memberitakan tentang berita keselamatan disampaikan hingga keadaan itu digenapi dengan dibangun perahu diatas gunung dengan waktu 120 tahun tidaklah cukup untuk manusia bertobat. Air bah pun datang yang selamat hanya 8 orang beserta ciptaan Tuhan yang lainnya. Setelah air surut kehidupan manusia dari generasi ke generasi berikutnya berkembang dari zaman ke zaman. Peradaban manusia, di satu komunitas yang mendiami gugusan Kepulauan Talaud di bibir pasifik diutuslah seorang manusia yang bernama Bawangin pada usianya yang ke – 17 tahun. Malaikat Tuhan datang menampakkan dirinya kepada orang tuanya Bawangin yakni Asli Ratu Panahal, malaikat itu berkata :

“ Mengapa engkau hilang harap dan putus asa sedang dahulu saya pernah katakan kepadamu bahwa haruslah engkau pelihara anak itu menurut jalan Tuhan Allah, adakah engkau berbuat demikan ?

Akan segala kepandaian dukun itu asalnya daripada setan dan jin, karena mereka itu biasa menyembah berhala olehnya pekerjaan yang dibuatmu sia – sia adanya, sekarang genaplah engkau tinggal disitu 3 ( tiga ) tahun lamanya bagai negeri yang lainnya yang pernah kau tinggali dan satu pun tak ada gunanya, maka baiklah engkau bersama dengan istrimu dan anakmu itu pergi dari sini dan tinggallah di Bukit Duanne karena disanalah anak itu yang bernama : Bawangin akan dipanggil oleh Tuhan Allah untuk melakukan pekerjaanNya. Jangan engkau percaya akan kepandaian dukun – dukun itu hanyalah percayalah saja kepada Tuhan Allah yang sudah menjadikan langit dan bumi serta laut dan segala isinya sebagaimana juga adat kebiasaan kami mulai dari Adam dan Hawa turun kepada datuk moyang kamu Bangun Dunia, Tumpi Dunia, Tu’u Dunia, Sema Dunia hingga kamu ini, agar supaya selamat dan sejahtera engkau, isi rumahmu, keluargamu dan duniamu selama hari hayatmu”.

Kini peristiwa pada tahun 1875 telah lama berlalu, kehidupan untuk menuju jalan yang baik dan benar menjadi harapan semua orang isi dunia menjalani hidup dengan damai dan sejahtera menjadi impian banyak orang desa Musi yang dibangun oleh Bawangin Panahal bersama pengikutnya pada tahun 1908 tanggal 5 Mei dikerjakan secara gotong royong bukan lagi didiami oleh satu komunitas dengan satu keyakinan saja, melainkan sudah bermacam suku dan golongan agama dan kepercayaan, gesekan – gesekan timbul, masalah demi masalah dilewati.

Di tahun 1964 oleh Rame Hajai Panahal sebagai kepala desa bersama tokoh masyarakat, tokoh agama yang terdiri dari agama Islam, Roma Katolik, Kristen Protestan dengan berbagai denominasi dan Penghayat Kepercayaan ADAT Musi untuk satu gagasan kehidupan yang rukun dan damai ditetapkan satu pandangan pemahaman kehidupan yang baik bagi semua orang dalam satu proses yang diwujudkan dalam musyawarah dan mufakat. Setiap masalah diselesaikan baik itu masalah dalam bentuk apapun mulai pada tingkat rukun warga, rukun tetangga, jika dapat diselesaikan dengan musyawarah semua pihak harus dapat menerima, namun jika menyangkut hukum harus melalui hukum. Hal ini jarang terjadi karena yang menjadi tujuan pokoknya adalah penyelesaian masalah dimulai pada 1 Oktober dengan inventarisir masalah oleh masing – masing lembaga, penyelesaian masalah, evaluasi kegiatan dan laporan hingga 20 hari sebelum tanggal 20 atau 10 Desember merupakan hari evaluasi terakhir dan pada tanggal 20 Desember sebagai hari puncak dari nilai – nilai kehidupan yang telah dijalani bersama selama ini dimulai dari Penghayat ADAT Musi memimpin pertobatan diikuti semua warga masyarakat tidak melihat suku atau golongan agama, semua menghadap kesucian Allah, memohon ampun atas dosa dan kesalahan serta bertobat, acara dilanjutkan dengan doa restu oleh tua adat.

Kehadiran tokoh agama dan pemuka penghayat adalah merupakan puncak dari suatu prosesi ritual dimulai dari penyelesaian masalah doa pun dinaikan bersama tokoh agama dan pemuka penghayat tidak terkecuali berapa jumlah warganya atau umat semua mempunyai hak dan kedudukan yang sama dihadapan Tuhan Yang Maha Kuasa. Sebagai makhluk termulia untuk menjaga dan melindungi semua ciptaanNya.

Kini ritual tersebut diwarisi dari generasi ke generasi pihak pemerintah desa telah menetapkan merupakan bagian dari penyelenggaraan pemerintahan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan. Walaupun ditengah himpitan era globalisasi termasuk kemajuan dibidang teknologi informasi yang telah berubah untuk hidup menurut jalan Tuhan merupakan harapan semua orang yang berkenan kepadaNya karena ajaran Tuhan tidak pernah berubah dahulu sekarang sampai selama – lamanya agar manusia terbebas dari bencana, pertikaian, sakit penyakit, dan kelaparan.